Monday 17 August 2009

Kemerdekaan Sebuah Amplop

Cak Luri mangut-mangut kesal karena harus menunggu setidaknya tiga jam lagi. Dia kesal karena tak ada yang bisa dia lakukan. Membuang waktu cuma duduk-duduk saja membuatnya bosan. Ngobrol ngalor-ngidul dengan sesama rekan kerjanya juga tak menarik minatnya, sama-sama membuat bosan. Malas cak Luri mendengar obrolan itu-itu saja setiap kali nimbrung di acara tujuh belasan seperti hari ini.

Cak Luri dan kawan-kawannya masih harus menunggu beberapa jam sampai amplop dibagikan. Untuk itu panitia acara sudah mempersiapkan beberapa kegiatan, yang lagi-lagi, membuat cak Luri merasa bosan. Dari tahun ke tahun, tidak banyak perubahan. Kalo nggak lomba makan kerupuk, ya lomba balap karung. Kadang yang agak mewah sedikit ada parade baju daerah, yang kadang disewa dengan biaya yang tidak murah. Cak Luri tahu itu, karena beberapa tahun belakangan bisnis penyewaan baju daerah cukup banyak diminati beberapa orang, utamanya ibu-ibu rumah tangga.

Kalo panitianya kreatif, kadang ada juga lomba karaoke. Atau lomba masakan inovatif, seperti yang tahun ini diadakan di kantor cak Luri. Lomba menu makanan berbahan dasar singkong, begitu judulnya. Tapi, cak Luri juga tak berharap banyak dari lomba kreatif seperti itu. Paling banter kepala kantor cuma bilang lomba semacam ini bagus. Tindak lanjutnya dipertanyakan. Padahal kalau makanan-makanan berbahan dasar singkong itu dikomersialkan secara massal, bukan hanya bisa bikin rakyat punya lapangan pekerjaan, tapi juga bisa bikin negeri cak Luri merdeka dari ketergantungan pangan dari negara lain.

Merdeka secara ekonomis, merdeka karena rakyat bisa bekerja di negeri sendiri tanpa harus susah payah digebuki di negeri orang. Juga merdeka karena kita bisa makan di negeri sendiri, makan makanan berbahan dasar singkong.

Omong-omong soal kemerdekaan, cak Luri jadi mikir, "Kok aku jadi orang terjajah begini ya? Kenapa aku harus rela nungguin amplop dibagiin tiga jam lagi? Kenapa kepulanganku ke rumah harus tergantung dari sebuah amplop? Sebagai orang merdeka mustinya aku bisa bebas mau pulang kapan saja."

Padahal tetangga-tetangga cak Luri sudah menunggu di rumah, menunggunya untuk meramaikan acara lomba di kompleks rumah. Ya tapi itu tadi.. lombanya ya masih belum banyak berubah dari sejak cak Luri masih kecil dulu. "Kenapa ya nggak ada yang bikin lomba bikin program komputer? Atau bikin lomba penulisan ilmiah? Atau lomba bikin situs web? Khan canggih tuh.", pikir cak Luri dalam hati.

Untungnya ini cuma ngedumelnya cak Luri di dalam hati. Kalo sampe uneg-uneg ini dia tulis di blog atau e-mail, mungkin cak Luri malah bisa di-prita-kan sama kantornya. Kalaupun itu terjadi, paling-paling teman-teman kantor cak Luri akan bikin dukungan untuknya di facebook.

Isi dukungannya bukan "Bebaskan cak Luri!", tapi "Merdekakan cak Luri!"

2 comments:

  1. Tul... bebaskan berpendapat namun bebas yang terbatas. Asal jangan melanggar norma-norma berpendapat saja.

    ReplyDelete
  2. Penggila mocca frappucino02 April, 2016 02:02

    Berarti cak Luri belum merdeka sampai sekarang

    ReplyDelete