Thursday 29 October 2009

Pertanda

Entah kenapa, pada suatu hari cak Luri riang bukan kepalang. Bawaannya bercanda terus. Teman-teman di kantor dia berikan teka-teki yang membuat mereka tertawa. Teman-teman di ranah maya pun dia sapa dengan sapaan bercanda penuh tawa.

Cak Luri sendiri merasa aneh bukan kepalang. Bukan biasanya dia merasa keriangan seperti ini. Pasti ada apa-apanya, pikirnya dalam hati.

Entah ada hubungannya atau tidak, ketika cak Luri berhasil naik kereta api yang membawanya pulang ke rumah pada malam harinya, cak Luri baru menyadari bahwa telepon genggamnya yang ada di kantong celana hilang. Memang, sebelumnya dia sempat berlari-lari ke arah stasiun kereta api karena waktu kedatangan kereta sudah sangat dekat. Mungkin teleponnya terjatuh dari saku celana ketika cak Luri berlari, tambahan lagi pikirannya berkonsentrasi pada lalu lalangnya orang di jalanan pasar agar dia tidak menabrak orang lain.

Anehnya, menyadari telepon genggam kesayangannya hilang, cak Luri tak merasa kehilangan. Mungkin karena sudah seharian sejak pagi dia merasa riang bukan kepalang. Bercengkerama dengan rekan-rekan di kantor, juga dengan rekan-rekan ranah dunia maya membuat cak Luri bersyukur bukan kepalang.

Untung hanya telepon genggamnya yang hilang, bukan teman-temannya yang baik hati dan selalu menemaninya sepanjang perjalanan karirnya di kantor.

Sinetron Antah Berantah

Tersebutlah sebuah negeri, di mana sinetron tak bermutu terus diputar demi mengejar rating. Cerita yang seharusnya sudah berakhir dipaksakan berlanjut dengan pemunculan tokoh-tokoh baru, alur cerita yang dipaksakan dan tidak masuk akal. Apapun diupayakan agar iklan terus datang mengalir, mendatangkan rejeki bagi mereka yang terlibat di dalam produksi sinetron. Utamanya para artis yang entah dari mana datangnya, siapa riwayatnya, asal punya nama berbau-bau Western atau Indo, wajah cantik dan tampan, jadilah dia kecipratan rejeki iklan yang menumpang tingkat rating tinggi dari sinetron yang bersangkutan.

Mungkin kondisi yang sama terjadi pada kehidupan nyata negeri itu, ketika skenario tak masuk akal dan dipaksakan dibuat, untuk memangkas kekuasaan lembaga pamungkas yang punya potensi memangkas rejeki para koruptor tengik yang entah dari mana datangnya, siapa riwayatnya, asal punya kuasa dan dana, membungkam mulut para hakim dan polisi yang kelaparan karena gaji bulanan mereka tak cukup memberi makan anak istri.

Menulis kekesalan di blog pun terancam penangkapan, dengan alasan yang dicari-cari, dengan alasan mencemarkan nama baik.

Mau dibawa ke mana negeri itu?

Wednesday 28 October 2009

Visitasi Asesor

Suatu kali, universitas tempat saya bekerja ikut dalam kompetisi untuk mendapatkan bantuan hibah Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM). Yang memberikan hibah tidak lain dan tidak bukan adalah Direktorat Perguruan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Diknas). Hibah ini ditujukan bagi program PKM yang melakukan kontribusi dengan tim mitra. Tim universitas kami tahun ini mengajukan proposal untuk membentuk sebuah portal e-commerce bagi rekan-rekan yang bergerak dalam bidang Usaha Mikro dan Kecil-Menengah (UMKM). Di dalam proposal, kami mengajukan salah satu institusi yang merupakan perwakilan bidang UMKM ini.

Kompetisi dilakukan melalui perjalanan panjang beberapa kali seleksi. Pada tahap akhir, seleksi dilakukan dengan kegiatan Visitasi, yaitu kunjungan dari seorang penilai yang ditugaskan oleh Dikti ke universitas kami. Pada hari yang telah ditentukan, tim mitra dan tim kami sendiri mempersiapkan diri untuk menyambut kehadiran bapak Asesor.

Sang penilai, disebut dengan jabatan Asesor, rupanya ditugaskan tidak hanya ke satu tempat saja. Pada hari yang telah ditentukan kami seluruh tim dari universitas telah mempersiapkan diri menunggu kehadiran bapak Asesor ini. Salah satu rekan saya, ditugaskan untuk menjemput bapak Asesor, karena beliau bukan orang asli Jakarta, jadi seluk beluk jalan menuju universitas kami tentu perlu dipandu.

Rencananya bapak Asesor hadir pukul dua siang hari. Maka tim penjemput, dua orang rekan saya, bersiap-siap berangkat ke tempat yang telah dijanjikan.

Pada pukul dua, kami belum mendapatkan kabar apa-apa, baik dari bapak Asesor maupun dari rekan kami. Maka kami pun mencoba menghubungi mereka. Rupanya, bapak Asesor terlambat tiba di Jakarta. Dan karena beliau harus melakukan penilaian, alias visitasi, ke tiga tempat berbeda, maka keterlambatannya hadir di tempat pertama membuat jadwal visitasi ke tempat kami pun menjadi tertunda. Ketika kami hubungi dua orang rekan yang bertugas menjemput, mereka mengabarkan bahwa mereka sedang beristirahat di masjid dekat lokasi penjemputan.

Setelah itu, ketua tim kami menghubungi perwakilan dari tim mitra. Ketua tim kami berkata, "Santai saja pak, asesornya masih di tempat lain, karena beliau tadi pagi datang terlambat."

Kemudian, ketua tim kami pun menambahkan, "Kalau bisa, bapak cari masjid saja pak."

Sejurus ada jeda dalam pembicaraan telpon pak ketua, sebelum kemudian beliau melanjutkan lagi, "Kalau sudah ketemu masjidnya, bapak istirahat saja dulu di sana. Nanti saya kabari lagi kalau asesornya sudah siap."

Wednesday 14 October 2009

Hidangan Pekerjaan

Menyelesaikan pekerjaan adalah serupa dengan menikmati hidangan yang tersaji di meja makan. Lebih nikmat rasanya menghabiskan hidangan lezat sedikit demi sedikit, mencicipi setiap cita rasa yang dikandung oleh setiap jenis makanan yang tersedia.

Begitu pun dengan pekerjaan. Lebih nikmat rasanya menyelesaikan pekerjaan sedikit demi sedikit, sambil dinikmati cita rasa yang khas dari setiap tugas yang kita lakukan.

Sambil menikmati hidangan , kita bersyukur bahwa masih ada kesempatan bagi kita menikmati sekedar hidangan yang tidak seberapa. Masih banyak saudara-saudara kita yang karena berbagai macam sebab tidak bisa merasakan nikmatnya bekerja.