Wednesday, 11 October 2006

Nulis Aja Lah!!!!

Nulis Aja Lah!!!!

Monday, 28 August 2006

Perihal Istilah Baku Tenologi Informasi

(About Information Technology Standard Term)

Sebagai sebuah bangsa, Indonesia banyak dikenal sebagai bangsa yang multi kultur, multi budaya, dan multi-multi lainnya. Secara alamiah, bangsa Indonesia sudah dihuni oleh suku-suku bangsa yang beraneka jumlah dan ragamnya. Namun, di samping itu, bangsa Indonesia juga tinggal di sebuah negeri yang memiliki posisi strategis geografis berada di semacam `perempatan' lalu lintas dunia. Posisi ini ikut berperan dalam memultikulturkan bangsa Indonesia dengan berbagai pertemuan dengan kultur, budaya, dan bahasa bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.

Hal ini bisa dibuktikan dengan kekayaan kosa kata Bahasa Indonesia yang merupakan hasil pemikiran pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa Indonesia kaya dengan kosa kata yang berasal dari bahasa-bahasa daerah, utamanya bahasa Melayu dan Jawa (contoh: Induk semang, Inang, Lengser, Apik). Namun, bahasa Indonesia juga kaya dengan kosa kata serapan dari berbagai bangsa di dunia ini.

Sebutlah contoh `Boneka', sebuah kata yang diambil dari bahasa Portugis. Contoh lain bisa disebut `Tuan' dan `Nyonya', yang diambil dari bahasa Cina. Beberapa contoh lain lagi bisa disebutkan di sini jika anda mau. Namun bagaimana pun bahasa Inggris lah yang punya pengaruh cukup besar, terutama jika kita lihat dari pengaruh globalisasi budaya dan teknologi, khususnya teknologi informasi.

Sebagaimana kita ketahui, perkembangan bidang ilmu Teknologi Informasi (Information Technology) bermula dan berkembang di benua Eropa dan Amerika, yang nota bene (coba tebak, dari bahasa mana kosa kata `nota bene' ini?) menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama. Karenanya, bukanlah hal yang aneh jika kemudian dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ucapan yang tercampur baur antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris.

``Eh..lu udah baca e-mail gue belon?''

``Man.. ayo dong ente ikutan conference ama temen-temen''

``Sambil nunggu jalanan sepi, ntar pulang kantor gue mo download mp3 dulu ah..''

Dalam bahasa sehari-hari tentu saja ungkapan campur baur seperti itu tak dapat dihindari dan dikendalikan. Penggunaan kosa kata adalah merupakan ekspresi dasar manusia, sama seperti pengungkapan perasaan dalam bentuk musik atau lukisan. Dalam penggunaan bahasa baku, upaya menterjemahkan istilah-istilah semacam tersebut di atas ke dalam bahasa Indonesia sudah mulai sejak beberapa tahun terakhir. Salah satu contoh perintis ke arah pembakuan istilah adalah yang dilakukan oleh Rahmat M. Samik-Ibrahim, salah seorang staf pengajar di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Daftar istilah yang diusulkan untuk dibakukan terjemahan bahasa Indonesianya, dapat ditengok di sini.

Upaya standardisasi semacam ini perlu dihargai dan disebarluaskan kepada khalayak pengguna teknologi informasi, agar kita sebagai sebuah bangsa dapat memiliki kepercayaan diri menggunakan bahasa milik bangsa sendiri, Bahasa Indonesia. Melalui pembakuan terjemahan istilah, kita dapat mengatakan, ``Anda boleh mengunduh artikel ini untuk anda cetak''. Tanpa pembakuan, anda akan mengatakan, ``Anda boleh men-download artikel ini untuk anda print''.

Sebagai penutup, bisa saya sampaikan sebuah hal menarik yang masih berkaitan dengan Bahasa Indonesia dan patut diketahui oleh khalayak luas. Ketika saya menulis artikel ini, saya menggunakan perangkat pencari Google. Ketika saya memasukkan ``Bahasa Indonesia'' ke dalam kotak pencarian, salah satu tautan (link) yang diberikan oleh Google adalah Kamus Elektronik Bahasa Indonesia, yang disusun oleh tim peneliti MMTS (Multilingual Machine Translation System) di BPPT. Salah satu manfaat yang bisa diambil dari perangkat online (sampai dengan artikel ini ditulis pertama kali, entri online belum ada padanan kata bakunya) ini adalah kita bisa memeriksa ejaan baku bahasa Indonesia. Silakan anda coba dengan menjawab pertanyaan berikut ini:

Mana yang benar:
1. Kualitas atau Kwalitas?
2. Algoritme atau Algoritma?

- Draft v.0 20060828

Thursday, 10 August 2006

Rencanakanlah kegiatan untu hari esok. Mulailah menjalankan rencanamu dengan meminta ijin kepada penguasa alam semesta, karena hanya Dia-lah yang menguasai jiwamu sepanjang hari yang akan kau lalui.

Jika rencanamu berjalan dengan baik, Alhamdulillah, berterimakasihlah kepadaNya karena dengan Kasih dan Sayangnya, dia mengijinkanmu menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Bersyukurlah dengan memperbanyak ibadah. Seringan-ringan ibadah adalah tersenyum kepada sesama saudaramu.

Jika ada hal-hal lain yang menghalangi rencanamu, maka bersabarlah. InsyaAllah Allah memberikan rahmat pahalaNya untukmu. InsyaAllah Allah berkenan menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahanmu.

Thursday, 6 July 2006

Sapu Lidi Udin

Malam semakin larut ketika aku mulai melangkahkan kaki di sepanjang jalan berdebu kota ini. Aku memutuskan pulang berjalan kaki. Entah apakah kakiku masih kuat menghantarkan tubuhku berjalan sejauh itu. Kuputuskan berjalan kaki pulang untuk mencoba melupakan apa yang telah kualami siang tadi. Harapanku kegiatan fisik dapat mengurai pikiranku yang kusut.

Aku berjalan secepat yang aku bisa. Sekitar tiga perempat jam kemudian aku mulai merasa lelah. Kakiku mulai terasa berdenyut-denyut minta istirahat. Kuperlambat ayunan langkahku, menuju tempat terdekat di mana aku bisa duduk memberi kesempatan kakiku untuk beristirahat.

Aku pilih sebuah halte bus di dekat gang menuju sebuah pemukiman kumuh. Letaknya agak memojok menyendiri, beberapa meter dari sebuah warung rokok. Sengaja kupilih halte ini agar aku dapat beristirahat sambil menenangkan pikiran dan menghindari gangguan orang yang lalu lalang. Syukurlah, halte pilihanku ini tak seramai halte-halte lain.

Kubuka bekal sebuah botol air yang sudah kupersiapkan dari kantor. Kunikmati hembusan angin malam berdebu mendinginkan tubuhku yang sudah sedikit berpeluh. Segar kurasakan tiupan angin setiap kali ada kendaraan yang lewat melintas. Bus besar dan kecil, kosong atau sarat penumpang.. kendaraan pribadi, mewah atau murah.. dan beberapa kali melintas kendaraan bermotor roda dua.

Pikiranku mulai terasa lebih tenang. Tubuhku yang terasa lelah mulai kembali mendapatkan kekuatannya setelah kuberi minum beberapa teguk air. Aku baru akan berdiri melanjutkan perjalanan ketika sebuah bus yang tampak kosong mendekat ke arah halte. Di pintu bus kulihat seorang anak kecil tanpa alas kaki memegang sebuah sapu lidi tampak hendak turun.

Ketika anak itu melompat turun dari bus, semakin jelas terlihat coreng-moreng debu jalanan di wajah dan kakinya. Tak berbeda jauh dibandingkan kaos yang dikenakannya. Entah sudah berapa lama kaos itu tak bersentuhan dengan air dan deterjen, gambar logo salah satu klub sepakbola Eropa yang menghiasi kaos itu tampak mulai memudar. Celana pendek yang dikenakannya jauh lebih kotor lagi, tak jelas apa warna aslinya. Aku merasa beruntung masih bisa duduk di kursi halte berlapis keramik murahan tanpa mengotori celana panjangku. Anak ini mungkin lebih sering duduk di trotoar pinggir jalan. Tidak aneh kalau celananya begitu kotor.

Aku mengurungkan niatku melanjutkan perjalanan. Sapu lidi kecil yang dipegang anak tadi membuatku penasaran. Biasanya anak jalanan seumuran dia lebih memilih mengamen dengan alat musik sangat sederhana terbuat dari beberapa bekas tutup botol yang dipakukan pada sepotong kayu. Kuperhatikan wajah dan tubuh kecilnya yang kusam berdebu. Kutaksir umurnya baru sekitar lima atau enam tahun.

Begitu turun dari bus, tanpa mempedulikan kotor atau tidak dia langsung duduk di samping halte, beberapa jengkal di samping tempatku duduk. Aroma badannya yang berbau asam dapat kurasakan menggelitik penciumanku. Seperti tak perduli dengan keberadaanku, dia mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan dan beberapa keping uang logam dari saku celananya.

Aku semakin penasaran. Dari mana dia bisa mendapatkan uang recehan itu? Mungkin uang itu didapatkannya dari mengamen bersama temannya. Namun sedari tadi ketika dia masih ada dalam bus, tak terlihat anak kecil lain bersamanya. Mungkin alat musik ecek-ecek dibawa oleh temannya. Atau mungkin teman anak ini sudah turun lebih dulu di halte sebelumnya.

Aku belum sempat membuka mulut menyapa anak ini untuk menjawab rasa penasaranku, ketika dia sudah lebih dulu bersuara. Dia lebih berbicara kepada dirinya sendiri daripada berbicara kepada orang lain. Dia tampak masih tak perduli dengan keberadaanku. Mungkin dia terlalu asyik dengan pikirannya sendiri sampai-sampai tak ambil pusing dengan kejadian di sekelilingnya. Dia asyik dengan kesibukannya, berbicara kepada dirinya sendiri. Bahkan tak perduli kemungkinan adanya tukang palak di halte ini yang mungkin bisa merampas uang receh yang tak seberapa besar nilainya itu. Dia bergumam, namun apa yang dikatakannya dapat kudengar dengan jelas. Bising kendaraan yang lalu lalang semakin berkurang dengan semakin larutnya malam. Warung rokok di dekat halte pun mulai tutup dan ditinggalkan oleh pemiliknya.

``Alhamdulillah.. Udin dapet rejeki hari ini''. Tangan si Udin mengelompokkan uang yang didapatnya dalam nilai-nilai pecahan yang sama. ``Mudah-mudahan Emak bisa ngedapetin lidi yang banyak hari ini..
biar sapu Udin makin gede..''

Rupanya ibu si Udin juga mencari nafkah, entah dengan cara apa, setidaknya dia mencoba mencarikan sapu lidi baru atau bekas yang lebih besar buat anaknya. Namun aku kagum, anak sekecil Udin sudah mampu mengucap syukur walau hanya mendapatkan rejeki yang nilainya tak seberapa.

``Kalo sapu Udin gede, Udin bisa nyapu lebih banyak.. Udin bisa dapet uang lebih banyak.. Kalo uang Udin udah banyak, Udin mau beliin rumah buat Emak.''

Terenyuh hatiku mendengar kata-kata si Udin, anak jalanan yang mencari uang dengan menjual jasa menyapu. Entah kapan impiannya akan dapat terwujud, bisa membelikan rumah buat Emaknya. Ketika tabungan uangnya semakin bertambah, entah berapa banyak kenaikan harga rumah di negeri ini, membuat impian Udin dan orang-orang yang senasib dengannya semakin jauh tertinggal di belakang.

Aku berdiri, sambil tetap memperhatikan tingkah laku si Udin kecil. Tampaknya hempasan kehidupan yang dirasakannya jauh lebih besar daripada apa yang telah kualami. Kerasnya kehidupan membuat Udin tetap tak peduli dengan keberadaanku di sampingnya.

Kurogoh saku celanaku, kugenggam beberapa helai uang ribuan yang semustinya kugunakan untuk ongkos pulang ke rumah. Ada ragu kurasakan, apakah kuberikan semua uang yang ada dalam saku celanaku buat Udin. Badanku yang letih memaksa pikiranku untuk mengurungkan niat memberi sedekah buat Udin. Tapi hatiku berkata lain. Udin dan Emaknya, dan mungkin saudara-saudara Udin yang lain, lebih membutuhkan uang yang kugenggam daripada aku. Biarlah aku pulang malam ini dengan melanjutkan jalan kaki.

Perlahan-lahan kudekati si Udin kecil, kuberikan uang kepadanya. ``Dik..ini sedikit uang buat adik''

Udin baru menyadari kalau ada orang di dekatnya. Dia tampak terkejut. Udin tak berbicara sepatah kata pun, dia hanya terdiam, berkali-kali memandangi wajahku dan uang yang ada di telapak tanganku. Akhirnya kuraih salah satu tangannya dan kugenggamkan uang pemberianku di tangannya yang hitam dan kotor.

``Ditabung ya..berikan buat Emak di rumah'', kataku sambil perlahan berdiri.

Aku mulai melangkah pergi. Belum terlalu jauh, terdengar suara Udin berteriak di belakangku, ``Terima kasih ya Om! Terima kasih banyak!''

Aku balikkan badan ke halte. Kulihat Udin berdiri sambil memegang tumpukan uang di depan dadanya. Kulihat matanya tampak berkaca-kaca, dengan sedikit sunggingan senyum di wajahnya.

Aku tersenyum, kulambaikan tangan sebagai tanda berpisah. Air mata pun meleleh mengalir di kedua pipi Udin, menambah lagi coreng-moreng di mukanya. Kuucapkan salam. Udin tak kuasa menahan tangis haru. Dengan terbata-bata dibalasnya salamku, ``Wa.. alaikum.. salam.. wa rah..matullah..''

Udin kecil pun menjejalkan uang recehan yang digenggamnya ke dalam saku celana, kemudian dia ambil sapu lidi kecilnya dan sambil tetap menangis berlari ke arah gang gelap di belakang halte, mengarah ke perkampungan kumuh di belakangnya. Kudengar tangis haru Udin semakin menghilang di gelapnya malam.

``Ah.. Udin.. semoga Allah mengabulkan keinginanmu..'', kataku dalam hati. Tambahan rejeki tak seberapa dari orang semacam aku sudah membuatnya girang bahkan terharu.

Aku pun melanjutkan perjalanan pulang. Masih jauh jalan yang harus kutempuh untuk sampai ke rumah dengan berjalan kaki. Aku mulai memikirkan kata-kata apa yang kusampaikan kepada istriku tengah malam nanti, mengabarkan bahwa suaminya ini diPHK tadi siang.

Jakarta, 10 Jumadil Akhir 1427

Tuesday, 2 May 2006

Hari Pendidikan Nasional 2006

Kangen juga rasanya nulis-nulis di belakang meja kayu. Tangan kanan bergerak lincah memandu alat tulis menorehkan angka dan kata. Tangan kiri ditekuk di atas meja, di antara dada dan pinggiran meja, agar dada tidak sakit terkena pinggiran meja kayu.

Mendengarkan cerita bapak dan ibu guru, menyimak soal yang diberikan, berteriak gembira ketika lonceng tanda istirahat berbunyi nyaring. Bermain bersama kawan-kawan, bercerita tentang film serial yang diputar di TVRI malam hari sebelumnya.

Bergiliran mengantri meminjam buku di perpustakaan. Membayangkan asyiknya mengelana berkeliling nusantara dan dunia bersama tokoh-tokoh dalam buku cerita yang dipinjam.

Selamat hari Pendidikan Nasional. Terima kasih banyak buat ibu dan bapak guru. Jasamu sungguh tak ternilai.

Wednesday, 1 March 2006

Aryanto Surtiadie - 1000 butir kelereng

Renungan tentang pendeknya umur manusia di dunia, dan bagaimana agar tidak terlalu 'gila' dengan pekerjaan dan urusan di luar rumah sendiri.

Silakan baca di link berikut ini

Aryanto Surtiadie - 1000 butir kelereng

Salam untuk keluarga anda tersayang.

Tuesday, 28 February 2006

Maskapai (Maatschaapij)

Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang menarik untuk dipelajari sebenarnya. Banyak aturan-aturan yang bisa membuat orang garuk-garuk kepala. Tapi tak kurang banyaknya pula aturan-aturan bahasa yang bisa membuat orang manggut-manggut tanda tak mengerti.

Salah satu aspek menarik dari bahasa Indonesia adalah banyaknya kata-kata yang diambil dari kosa kata bahasa negeri orang. Banyak kosa kata yang diserap dari bahasa Arab, bahasa Cina, bahasa Spanyol, bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jepang dan sebagainya.

Kabar baiknya, Alhamdulillah, tak ada sama sekali pengaruh bahasa Amerika dalam kosa kata bahasa Indonesia.

Tapi kabar buruknya, Masya Allah, bangsa Indonesia dijajah secara ekonomi dan budaya oleh bangsa Amerika.

Ok, kembali ke topik masalah kita kali ini. Tentang kosa kata 'Maskapai'. Kata ini diserap dari salah satu kata dalam bahasa Belanda, 'Maatschaapij'. Artinya? Ya sama dengan Maskapai. Perusahaan dagang; Organisasi yang dibentuk dengan tujuan mencari untung.

Anda bisa cari di google arti kata ini. Salah satu artikel yang saya dapatkan ketika menuliskan entry blog ini dari google adalah sejarah Maskapai Dji Sam Soe. (satu hal menarik dari google adalah hasil pencarian yang anda lakukan hari ini bisa jadi berbeda dengan hasil pencarian satu bulan mendatang. Database google memang sangat-sangat dinamis).

Benarkah arti kata Maskapai seperti itu? Bisa jadi benar bisa jadi salah. Jujur saja, itu sebenarnya saya simpulkan sendiri. Buktinya, ketika saya coba cari dari google fasilitas penterjemah dari bahasa Belanda ke bahasa Inggris, saya mendapatkan beberapa situs yang 'menjanjikan'. Ketika saya masukkan entri kata 'Maatschaapij' untuk diterjemahkan, tak satu pun dari situs-situs tersebut yang memberikan hasil.

Well, mungkin kata 'Maatschaapij' tidak diserap ke dalam bahasa Inggris. Jadi dari sisi ini, kita sebagai bangsa Indonesia boleh sedikit berbangga, karena kita pandai menyerap kosa kata bangsa Belanda dibandingkan bangsa Inggris.

Sekian, semoga bisa menghibur anda dengan sedikit wacana (dan semoga) pengetahuan baru.



Pernyataan:
tulisan ini dibuat secara santai di sore hari. tak ada sama sekali maksud untuk menyampaikan hal-hal yang bersifat ilmiah.